Rahasia Dua Laut Yang Berdampingan Namun Berbeda Rasa
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)
Mengenang Captain Jacques-Yves Cousteau
costeau Jacques-Yves
Costeau
(11 Juni 1910 – 25
Juni 1997)
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV `Discovery Chanel’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu membuat pusing Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam.
Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez.
Ayat itu berbunyi
“Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya
ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al
Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.
Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.
Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al`Azhim.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya hati
manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang
bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?”
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”
Berikut ini adalah saat Kapten Cousteau menceritakan peristiwa yang telah menyebabkan dia menjadi seorang Muslim :
Berikut ini adalah saat Kapten Cousteau menceritakan peristiwa yang telah menyebabkan dia menjadi seorang Muslim :
“In 1962 German
scientists said that the waters of the Red Sea and the Indian Ocean did not mix
with each other in the Strait of Bab-ul-Mandab where the Aden Bay and the Red
Sea join. So we began to examine whether the waters of the Atlantic Ocean and
the Mediterranean mixed with each other. First we analyzed the water in the
Mediterranean to find out its natural salinity and density, and the life it
contained. We repeated the same procedure in the Atlantic Ocean. The two masses
of water had been meeting each other in the Gibraltar for thousands of years.
Accordingly, the two masses of water must have been mixing with each other and
they must have been sharing identical, or, at least, similar properties in
salinity and density. On the contrary, even at places where the two seas were
closest to each other, each mass of water preserved its properties. In other
words, at the point where the two seas met, a curtain of water prevented the
waters belonging to the two seas from mixing. When I told Professor Maurice
Bucaille about this phenomenon, he said that it was no surprise and that it was
written clearly in Islam’s Holy Book, the Qur’an al-karim. Indeed, this fact
was defined in a plain language in the Qur’an al-karim. When I knew this, I
believed in the fact that the Qur’an al-karim was the ‘Word of Allah’. I
choseIslam, the true religion. The spiritual potency inherent in the Islamic
religion gave me the strength to endure the pain I had been suffering for the
loss of my son.”
Dan terjemahannya sebagai berikut :
“Pada tahun 1962
ilmuwan Jerman mengatakan bahwa air Laut Merah dan Samudera Hindia tidak
menyatu satu dengan yang lain di Selat dari Bab-ul-Mandab di tempat Teluk Aden
dan Laut Merah bertemu. Jadi kami memulai untuk memeriksa apakah air dari
Samudra Atlantik dan Mediterania bertemu satu sama lainnya. Pertama kita menganalisis air di Mediterania untuk mengetahui habitat,
salinitas dan densitas, dan apa yang hidup di dalamnya. Kami mengulangi
prosedur yang sama pada Samudera Atlantik. Dua jenis air telah bertemu
masing-masing lain dalam Gibraltar selama ribuan tahun. Dengan demikian dua
jenis air pasti telah bercampur dengan satu sama lainnya dan mereka pasti sudah
berbagi identik, atau, paling tidak, sama salinitas dan densitasnya. Sebaliknya, bahkan di tempat di mana ada dua laut yang paling dekat dengan satu
sama lain, setiap jenis air bahkan seperti dibiarkan terpisah. Dengan kata
lain, pada titik di mana dua lautan bertemu, ada sebuah tirai air yang mencegah
air masuk ke dalam dua laut dari pencampuran. Ketika saya memberitahu Profesor Maurice Bucaille tentang fenomena ini, ia
mengatakan bahwa tidak terkejut dan bahwa itu ditulis dengan jelas dalam Kitab
Suci Islam, Al-Qur’an al-karim. Memang, fakta ini didefinisikan jelas dalam
bahasa dalam Al-Qur’an al-karim. Ketika aku mengetahuinya, saya percaya fakta
bahwa Al-Qur’an al-karim adalah ‘Firman Allah’. Saya memilih Islam, agama yang
benar. Potensi spiritual yang melekat dalam Agama Islam memberi saya kekuatan
untuk menahan rasa sakit atas penderitaan karena kehilangan anakku.”
Perihal ke-Islaman beliau, kini diperdebatkan setelah munculnya surat dari wakil Keuskupan Katolik Roma di Perancis yang menyatakan beliau tidak jadi pindah agama menjadi Islam dan dimakamkan secara Katolik Roma. Namun begitu, saya yakin setelah pengakuan beliau dengan saksi Professor Maurice Bucaille, jati dirinya sebagai Muslim tak akan tergoyahkan setelah beliau melihat sendiri bagaimana Allah membuat suatu keajaiban dari dua buah laut yang bertemu. Yaitu dunia lautan yang sangat beliau cintai sejak kecil.
Wallahu’alam
Komentar
Posting Komentar